Yang Penting Rasanya, Bung - ParaDIsE.group
Headlines News:
Home » , , » Yang Penting Rasanya, Bung

Yang Penting Rasanya, Bung

Written By shodiqiel on Sabtu, 18 April 2009 | 17.12

Sertifikasi Halal Untungkan Produsen
Kasus Penemuan Lima Dendeng Sapi Mengandung Babi

KASUS dendeng, berlabel halal gadungan, mengandung babi masih berlanjut. (Jawa Pos kemarin menyebutkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis lima dendeng sapi mengandung babi, yakni cap Kepala Sapi, Limas, ACC, Jerky Lezaaat, dan Istimewa No 1 Cap 999). Sebelumnya, peristiwa serupa terjadi di Malang. Dalam surat edaran Pemkot Malang No 526/406/35.73.122/2009 disebutkan, dendeng yang positif mengandung babi adalah Kumala Asli, Cap Sapi, Istimewa No 1, dan Istimewa Cap 999. Sempat disebutkan dendeng merek Sapi Kumala yang kemudian diralat (Radar Malang, 8/4). Kasus itu sudah menasional karena selain beredar di Malang juga di Bogor, Bandung, Surabaya, dan Bali. Itu tentu memprihatinkan semua kalangan.


Lemahnya pengawasan pemerintah kepada produk halal bukan hal baru. Kasus lemak babi, sapi gelonggong, ayam tiren (mati kemarin) begitu mudah dilupakan. Bahkan, hingga saat ini, sekitar 90 persen rumah potong hewan (RPH) milik pemerintah di seluruh Indonesia tak bersertifikat halal. Seriuskah pemerintah melindungi konsumen? Pedulikah kita kepada produk dan label halal?

Pencantuman label halal pada produk yang terbukti mengandung babi merupakan pembohongan publik. Itu bertentangan dengan berbagai peraturan, yaitu UU Nomor 7/1996 tentang Pangan, khususnya pasal 30, 34,dan 35, UU Nomor 9/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan PP Nomor 69 tentang Label dan Iklan Pangan. Hal itu juga melanggar Permenkes No 280/Menkes/Per/XI/1976 tentang keharusan adanya peringatan yang jelas pada produk yang mengandung bahan berasal dari babi.

SKB Menag dan Menkes No 427/Menkes/SKB/VII/1985 dan No 68/1985 yang dalam pasal 2 menyebutkan, produsen yang mencantumkan tulisan ''halal'' pada label atau penandaan makanan produknya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut.

Jika dicermati, kasus tersebut muncul karena setidaknya ada tiga penyebab. Pertama, keyakinan konsumen muslim terkait wajibnya mengonsumsi produk halal belum diikuti konsistensinya memilih produk bersertifikat halal standar. Sebagai konsumen, kita sering menjadikan harga murah sebagai penentu pilihan.

Kedua, produsen sering menganggap produknya tidak memakai bahan haram. Padahal, seiring perkembangan teknologi, banyak bahan tambahan berpotensi haram. Banyaknya variasi produk dan masih dianggap mahalnya sertifikasi halal mendorong produsen enggan melakukan sertifikasi. Lebih parah lagi, ada produsen yang mencampur bahan haram supaya harganya murah untuk dapat merebut pasar.

Ketiga, dari aspek yuridis dalam UU Pangan, pencantuman label halal dibolehkan tanpa harus memperoleh sertifikat halal terlebih dahulu. Baru kalau terbukti tidak halal, produsen dapat dikenai sanksi. Itulah titik rawan regulasi dan sering disalahgunakan produsen. Ditambah beragamnya label halal yang beredar di masyarakat mempersulit konsumen mengenali produk yang benar-benar halal.

Kepedulian Kita

Kita harus sadar bahwa konsumen tetaplah raja. Kita dapat turut mengontrol produk yang beredar di masyarakat. Produk yang secara rasional terlalu murah atau berlabel halal tidak standar perlu diwaspadai dan kita tinggalkan. Kepedulian dan konsistensi memilih produk berlabel halal standar akan mendorong produsen tidak bermain-main terhadap label halal.

Produsen perlu sadar bahwa konsumenlah yang memberikan keuntungan baginya. Dengan iktikat baik untuk menghargai konsumen, produsen nonmuslim pun sudah banyak yang memperoleh sertifikat halal. Modal awalnya ialah mengubah paradigma bahwa sertifikasi halal tidak hanya menguntungkan konsumen, tetapi juga produsen. Dari sini, orientasi produksi tidak hanya keuntungan ekonomis semata.

Setidaknya ada keuntungan sertifikasi, yaitu, pertama, menanamkan tanggung jawab kepada produsen untuk selalu berproduksi secara halal. Kedua, meningkatkan keamanan dan ketenteraman batin konsumen. Ketiga, menjadi selling point yang memberikan nilai tambah dan prospek untuk membuka pasar baru. Keempat, memberikan nilai kompetitif kepada produsen. Kelima, khusus pengusaha muslim, sebagai aktualisasi nilai ibadah akan memperoleh pahala. Selain itu, akan memperoleh keuntungan materi dari produk yang diterima masyarakat luas. Bukankan ini cukup menjanjikan?

Pemerintah melalui dinas peternakan, perdagangan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPPOM), dan kepolisian perlu lebih proaktif mengawasi produk berlabel halal yang beredar di pasar. Jangan sampai menunggu masyarakat resah, pengawas baru bergerak. Tidak ada toleransi kesalahan dalam merilis produk yang secara uji laboratorium mengandung babi. Sanksi tegas dari aparat pemerintah mutlak dilakukan. Jika tidak, masyarakat mungkin akan bertindak sendiri yang bakal merugikan banyak pihak. Lambannya aparat juga berpotensi merugikan pengusaha sejenis yang poduknya halal..

Regulasi produk halal yang masih tersendat di DPR perlu segera diputuskan. Labelisasi halal perlu diperjelas. Misalnya, standardisasi label dengan logo spesifik disertai nomor sertifikasi halal dan masa berlakunya. Selain akan memudahkan konsumen untuk memilih, itu sebagai payung hukum bagi jaminan produk halal yang diharapkan umat Islam. Tidakkah hal tersebut mengetuk kepedulian DPR untuk tidak menunda-nunda lagi pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH)?

Perlu diyakinkan bahwa pengaturan jaminan produk halal di Indonesia sangat potensial. Selain menenteramkan mayoritas penduduk negeri ini, itu akan menjadi salah satu instrumen penting mendapatkan akses pasar yang lebih luas. Itu tentu akan memperkuat daya saing produk domestik di pasar internasional.

Kita sangat berharap, kesetiaan konsumen, khususnya muslim, tidak dikhianati produsen. Apalagi, konsumen telah banyak berjasa memberikan keuntungan bagi produsen. Semua berpulang kepada kepedulian dan kesungguhan kita.

Oleh: Sucipto, Pemerhati produk halal dari Teknologi Industri Pertanian (TIP) FTP Universitas Brawijaya dan peserta Program Doktor TIP IPB.
[JP Online, Sabtu, 18 April 2009]


Salam Persahabatan
ParaDIsE.group
Share this article :

0 komentar :

Silakan tulis seperlunya;

Boleh komentar, saran/masukan, nasihat, usul, dsc. Semoga saya dapat menanggapi dengan baik.

 
Support: Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly Powered by Blogger
Copyright © 2014. ParaDIsE.group - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template