Bank Non Ribawi - ParaDIsE.group
Headlines News:
Home » , » Bank Non Ribawi

Bank Non Ribawi

Written By shodiqiel on Selasa, 03 Maret 2009 | 13.31

Bank Non Ribawi
[JP Online, Senin, 02 Maret 2009]

Pemerintah Serius Dorong Ekonomi Syariah dan Gaet Investasi Timur Tengah
Ekonomi Syariah Lebih Tahan Krisis

JAKARTA - Perhelatan 5th World Islamic Economic Forum (WIEF) hari ini akan dibukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kesediaan Indonesia menjadi tuan rumah merupakan bukti keseriusan pemerintah mendorong ekonomi syariah dan menggaet investasi asal Timur Tengah.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan bahwa perekonomian Islam telah diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya sejak 400 tahun yang lalu.

"Pekerjaan nabi kita adalah berdagang. Bahkan di Islam ada kaidah yang diharamkan adalah yang dilarang, selain itu diperbolehkan, umat Islam disuruh meninggalkan dagang hanya dua jam saat shalat Jumat," ujar Kalla dalam sambutannya saat membuka Pre-Forum 5th World Islamic Economic Forum (WIEF) di Jakarta kemarin (1/3)

Capres dari Partai Golkar tersebut juga menjelaskan mengenai peran ekonomi Islam dalam penyelesaian krisis ekonomi global. Dia membandingkan betapa prudent perekonomian Islam yang mengunakan real transaction. Sistem ini lebih mampu bertahan terhadap guncangan perekonomian global yang diakibatkan penggunaan unreal transaction.

Di dalam negeri, JK mendorong agar pengusaha-pengusaha muda dan pengusaha wanita yang menjadi tema utama dalam forum tersebut bisa memanfaatkan dengan cara mengotimalkan investasi dari negara-negara Timur Tengah.

Turut mendampingi rombongan Jusuf Kalla, Nyonya Mufidah Jusuf Kalla, Meneg BUMN Sofyan Djalil, Wakil Ketua DPD Irman Gusman, Ketua HIPMI Erwin Aksa, dan Ketua IWAPI Rina Fahmi Idris.

Sementara Ketua WIEF Tun Musa Hitam mengemukakan, awalnya forum WIEF didirikan untuk menjalin komunikasi antara pengusaha muslim. "Tapi kini terbuka bagi siapa saja yang ingin berbisnis dengan pengusaha-pengusaha Muslim," jelasnya.

Tun Musa menjelaskan forum ini akan menggapai prediksi bahwa kemakmuran Asia di abad 21 akan meningkat seiring kontribusi kelebihan keuntungan usaha komoditas di kawasan Timur Tengah dan Asia.

Keuntungan dari negara GCC (Gulf Cooperation Council) seperti Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Oman, Bahrain dan Uni Emirat Arab pada April 2008 diprediksi mencapai USD 9 triliun.

"Bayangkan potensinya jika keuntungan itu diinvestasikan dalam berbagai proyek yang menguntungkan bagi umat berdasarkan syariah," ungkapnya.

Tun Musa menambahkan bahwa WIEF tak akan berafilisasi dengan politik luar negeri secara langsung karena misi utamanya adalah optimalisasi perputaran modal dan pemerataan ekonomi negara Islam.

Satu poin penting dalam agenda WIEF adalah membuka keran agar tercipta foreign direct investment yang melibatkan pengusaha Islam. "Selain itu kami membentuk organisasi ini untuk menyikapi Organization Islamic Conference atau OKI yang dinilai tidak efektif lagi," paparnya.

Forum yang memiliki tujuan awal utama membangun dialog dan ikatan antar pelaku bisnis muslim, yang kemudian tereskalasi menjadi suatu pemahaman untuk membentuk sebuah jembatan komunikasi yang meluas pada bidang non-bisnis antar negara-negara dunia, mengambil tema Food and Energy Security & Stermming the Tide of Global Financial Crisis.

Hadir kurang lebih 1.500 delegasi dari 35 negara di forum yang sebelumnya diselenggarakan di Kuwait itu. Beberapa delegasi negara yang memastikan hadir antara lain Malaysia, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), Maroko, Republik Yaman, Republik Somalia, Republik Uganda, Republik Kazakhstan, Afrika Selatan, Bahrain, Kenya, dan Inggris.(iw/fan)
*** * ***


[JP Online, Kamis, 05 Maret 2009]
Mengarusutamakan Ekonomi Syariah

Pertemuan The 5th World Islamic Economic Forum digelar di Jakarta pada 1-4 Maret 2009 (hari ini). Forum bertajuk Food and Energy Security & Stemming the Tide of the Global Financial Crisis itu seyogyanya menjadi momentum untuk mengurai benang kusut ekonomi umat di percaturan dunia internasional.

Meskipun demikian, perlu ditegaskan kembali bahwa penegasan identitas 'primordial' ini tidak menampik yang lain. Bagaimanapun, sebagaimana ditegaskan dalam forum pertama, hubungan ini juga mengandaikan dengan dunia luar.

Berbeda dengan Forum Ekonomi Dunia (FED) dan tandingannya, Forum Sosial Dunia (FSD) yang lebih gegap gempita dan meriah karena melibatkan kuasa besar, kapitalisme dan sosialisme, Forum Ekonomi Islam (FEI) tidak menimbulkan hiruk pikuk.

Namun, ia harus tetap percaya diri untuk menawarkan alternatif, tanpa merasa eksklusif. Ekonomi syariah yang telah menjadi pilihan perbankan yang sebelumnya mempraktikkan model konvensional belum menjadi pemain utama.

Namun, sistem syariah selanjutnya harus mampu mandiri untuk mewujudkan apa yang diyakini sebagai sistem yang lebih mengedepankan keadilan dan kejujuran.

Keengganan masyarakat terlibat dalam transaksi berbagi untung rugi (musyarakah), misalnya, disebabkan kebanyakan mereka tidak jujur dalam berbagi risiko. Keadaan seperti ini akan menyuburkan kebohongan dan menghalangi terciptanya masyarakat yang berkeadaban.

Bagaimanapun, masyarakat yang tepercaya (trust society) merupakan syarat mutlak -conditio qua non- bagi pengembangan ekonomi dan perdagangan yang besar. Georg Simmel dan Francis Fukuyama memandang penting unsur kepercayaan ini dalam pengembangan kemajuan masyarakat lebih luas.

Isu-Isu Strategis

Meskipun forum di atas diilhami forum bisnis Organisasi Konferensi Islam (OKI), ia tidak hanya membatasi diri pada isu-isu sempit berkaitan dengan ekonomi. Forum ini telah melihat persoalan yang lebih besar berkaitan dengan keterbelakangan umat Islam secara keseluruhan, meski ekonomi tetap dianggap sebagai masalah utama. Ada keinginan untuk memutus mata rantai kemiskinan secara serentak.

Sejalan dengan keterpurukan ekonomi umat, forum ini juga menangani isu perempuan dan pendidikan. Topik The Emerging Potential of Muslim Women in the 21st Century pada masa itu tentu menegaskan pembaruan yang selama ini melibatkan peran perempuan terpinggirkan.

Juga topik lain, Optimizing Intellectual and Human Capital: Competing Successfully in the Global Knowledge Economy, mengandaikan pentingnya pendidikan di negara-negara muslim yang masih tertinggal.

Ini ironi yang memedihkan karena pembelajaran itu bagian dari ajaran agama dan peradaban Islam mewariskan khazanah yang sangat bernilai berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada forum keempat (Kuwait, 2008), negara-negara Islam diharapkan menjadi pemain sejati perkembangan global dengan memfokuskan pada dunia muslim sebagai pasar yang sedang berkembang.

Selain itu, persoalan peran energi di dalam sebuah dunia yang sedang berubah, peran penanaman model dalam mengurangi kemiskinan, peran swasta dan pendidikan turut mendapatkan perhatian.

Toh, meskipun persoalan ketersediaan energi dan kecukupan makanan menjadi tema utama pada FEI Ke-5 di Jakarta, tema-tema besar sebelumnya tetap menjadi agenda penting untuk diselesaikan, mengingat belum tuntasnya rencana tersebut hingga kini. Evaluasi terhadap gagasan sebelumnya perlu diungkapkan untuk menemukan kesinambungannya dengan tema baru.

Koherensi Ide dan Tindakan

Festival Ekonomi Syariah yang dijadikan pemicu di dalam negeri tentu makin menggairahkan tindakan pengentasan kemiskinan yang memanfaatkan zakat, infak, dan sadaqah untuk menggerakan sektor riil.

Keterlibatan universitas negeri umum dan institusi swasta, selain Universitas Islam Negeri (UIN) dan IAIN (Institut Agama Islam Negeri), dalam pengembangan ekonomi syariah tentu memantik kehendak yang lebih besar, yaitu kesejahteraan umat. Sebab, sejatinya ekonomi syariah bisa dijadikan instrumen perwujudan nilai-nilai progresif Islam.

Jika dulu saya hanya belajar fiqh muamalah di pesantren, seperti dalam Taqrib dan Fathul Qarib, yang menjelaskan musyarakah dan mudarabah sebagai praktik 'ekonomi' Islam di atas kertas, sekarang saya telah menemukan bentuknya. Adalah aneh jika gagasan itu hanya dibaca dan dikaji hingga kumal, tanpa tahu kewujudannya.

Celakanya, penolakan terhadap ekonomi syariah justru tidak jarang datang dari kalangan sarjana muslim. Mungkin penyangkalan ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk keraguan mereka bahwa sistem ekonomi syariah yang dikembangkan tak ubahnya sistem lain atas nama agama.

Oleh sebab itu, ekonomi syariah harus dilihat sebagai alternatif di tengah ambruknya sistem ekonomi yang lain. Betapapun model terakhir yang acap mengalami jatuh bangun itu akan memperbaiki dirinya. Ini tidak akan bisa menggertak ekonomi syariah untuk diam, malah terus berpacu melayani umat.

Pandangan dunia yang diembannya tentu perlu diwujudkan dalam ranah konkret di tengah keengganan masyarakat muslim sendiri memanfaatkannya. Pendek kata, pekerjaan rumah itu belum selesai dan ini merupakan pemacu untuk mewujudkannya menjadi kenyataan.

*.Ahmad Sahidah , kandidat doktor Kajian Peradaban Islam pada Universitas Sains Malaysia


Salam Persahabatan
ParaDIsE.group
Share this article :

0 komentar :

Silakan tulis seperlunya;

Boleh komentar, saran/masukan, nasihat, usul, dsc. Semoga saya dapat menanggapi dengan baik.

 
Support: Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly Powered by Blogger
Copyright © 2014. ParaDIsE.group - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template